• Latest News

    Powered by Blogger.
    Wednesday, July 24, 2013

    Kapan Indonesia Punya Timnas U-20 Sekelas Irak

    Irak saat menghadapi Inggris.(foto:Ist)
    Irak saat menghadapi Inggris.(foto:Ist)
    BERITA BOLA-Istanbul, Turki, Sabtu 13 Juli 2013. Di final kecil, Irak kalah mutlak 0-3 dari Ghana. Berakhirlah penampilan Ali Adnan cs di Piala Dunia U-20. Kendati gagal jadi juara ketiga, pasukan muda yang berlaga dengan semangat gagah bagai Singa Mesopotamia itu berhasil meraih banyak simpati.

    Omiya, Jepang, 26 Agustus 1979. Wasit Rolando Fusco dari Kanada meniup peluit panjang. Perlawanan Indonesia disudahi Argentina 0-5. Semua gol tercipta dalam satu babak saja. Dua laga berikutnya di Grup B Piala Dunia Junior, Garuda Muda habis dihancurkan Polandia 0-6 dan digasak Yugoslavia 0-5.

    Irak dan Indonesia mengukir sejarah berbeda pada tahun 1979 dan 2013 dalam ajang yang sama. Tapi, sebuah pelajaran bisa juga dimulai dari kekalahan yang amat pahit.

    “Sepakbola menuntut keberanian tinggi dan, umumnya, penonton rata-rata puas menyaksikan permainan terampil dan cetakan gol yang menarik,” kata Harry Cavan mengantar laporan tentang Piala Dunia Junior yang dihelat 25 Agustus-7 September 1979.

    Dunia sepakbola mengenal siapa Cavan. Si pria berkebangsaan Irlandia pernah bertugas di berbagai komite FIFA, termasuk komite pengorganisasian untuk semua Piala Dunia antara 1970-1986. Dia juga memimpin Komite Teknis, Komite Program Pembangunan, Komite Piala Dunia Junior, Komite Medis, dan Komite wasit.

    “Bagaimanapun – banyak jenis penonton dan di antara mereka ada siswa sepakbola, pelatih pemula, manajer tim, pelatih klub, para pelatih tim nasional yang lebih bijaksana. Mereka menikmati pertandingan (supaya bisa) membuat kajian teknis secara rinci dari permainan ini, hingga sepakbola mampu dipelajari dan pada gilirannya diajarkan atau ditunjukkan kepada para pemain,” urai Senior Vice-President FIFA (1980-1990) membubuhkan kalimat.

    Laporan itu diedit Sir Walter Winterbottom (Inggris) berkolaborasi dengan Peter Velappan (Malaysia), Dr Joseph Venglos (Cekoslowakia), Heinz Marotzke (Jerman Barat) di bawah koordinasi Joseph S Blatter. Dokumen berharga tersebut turut menghargai kiprah tim nasional kita.

    Pengamatan FIFA 34 tahun silam atas Indonesia mungkin masih menarik untuk disimak. Berikut, bunyinya:

    Ukuran Indonesia tidak banyak diketahui. Panjangnya sama dengan jarak antara London ke Moskow. Memiliki populasi 140 juta jiwa dan pusat federasi sepakbola nasional di Jakarta dengan 26 asosiasi regional lainnya.

    Antara usia 8-14 tahun, anak-anak bermain di kompetisi lokal dan regional, tapi mulai 15 sampai 18 tahun ada seleksi lokal, regional, dan nasional untuk tim junior yang berasal dari struktur sepakbola dengan pembagian Divisi 1 terdiri dari 6 tim, Divisi II diikuti 16 tim, dan sebuah kompetisi kelompok umur di bawah 20 tahun. Selain itu ada kompetisi klub lokal. Setiap kota memiliki tim junior (di bawah 20 tahun), setiap klub di Divisi 1 dan 2 memiliki dua tim. Tahun lalu, Departemen Pendidikan sepakat untuk membuat ketentuan bagi tiap sekolah memiliki sebuah tim sepakbola.

    Dukungan finansial pada seleksi nasional junior berasal dari kompetisi, pertandingan internasional, dan sponsor. Ada sepuluh pelatih nasional, yang telah mengikuti pelatihan di Eropa, yang mengunjungi berbagai daerah untuk membimbing para pelatih lain.

    Pelatih merupakan kebutuhan yang paling mendesak di seluruh Indonesia. FIFA telah melaksanakan kursus wasit di Jakarta, dan Indonesia sekarang akan menyambut bantuan serupa berikut dengan pembinaannya. Sebuah sekolah pusat sepakbola untuk pembinaan mutlak diperlukan.

    Tatkala Indonesia diminta untuk ambil bagian dalam turnamen di Jepang, karena mundurnya Korea Utara, PSSI lekas mengambil langkah memilih 50 pemain dari sebuah uji coba pertandingan lokal. Tim bergabung dalam pelatihan terkonsentrasi selama enam pekan dan bermain dalam laga pemanasan melawan tim lokal di Jakarta sebelum melakukan perjalanan ke Tokyo. Sebagian besar pemain ialah siswa SMA atau mahasiswa.

    Klub sepakbola didukung penuh oleh penonton di kota-kota besar dalam pertandingan Divisi 1. Pada awal tahun 60-an Indonesia memiliki tim nasional yang kuat, tetapi sejak tahun 1973 relatif telah terjadi penurunan selain kemajuan di negara-negara Asia lainnya. Bagi sebuah negara yang penduduknya begitu tersebar luas menjadi penting untuk memiliki sekolah pusat sepakbola untuk membina pelatih dan menentukan skuad pilihan.

    Pimpinan delegasi Maulwi Saelan – pesepakbola Indonesia di Olimpiade Melbourne 1956 – mengatakan bahwa tidak ada keraguan timnya menerima kehormatan dan hak istimewa untuk ambil bagian dalam turnamen meskipun kurang waktu persiapan. Para pemain akan mendapatkan pengalaman berharga dan PSSI akan dapat menilai perbedaan dalam keterampilan dan kerjasama taktis. Kemudian dia bertanya-tanya apakah kinerja yang lebih baik dari Indonesia pada paruh kedua setiap pertandingan mencerminkan apresiasi atas tempo dan keterampilan lawan mereka dan ritme bermain yang lebih baik atau relaksasi dari pesaing mereka saja.

    Sangat disayangkan Indonesia harus bermain di grup keras melawan tiga tim kuat termasuk yang akhirnya juara, Argentina. Di sisi lain, para pemain mendapatkan pengalaman berharga yang sewajarnya, tanpa gentar dan berusaha keras dalam semua pertandingan untuk mengangkat permainan mereka setingkat dengan lawan. Tapi hasil permainan menunjukkan dengan jelas perbedaan standar.

    Kecil secara fisik, para pemain Indonesia terutama mengandalkan individu yang berlari membawa bola, seterusnya berhenti dan berputar untuk mengumpan mundur kembali. Kendati melakukan gerakan-gerakan tersebut dengan kecepatan, mereka hanya sedikit mencapai penetrasi, dan sering dipaksa menembak dari jarak jauh ke arah gawang. Menghadapi Argentina dan Polandia, tim bermain lebih baik di babak kedua, tapi mungkin juga karena lawan sudah santai setelah mencetak banyak gol di babak pertama. 


    Inilah junior Indonesia yang bermain dalam Piala Dunia di Jepang 1979. Kiper: Endang Tirtana. Bek: Tommy Herry Latuperisa, Eddy Sudarnoto, Didik Darmadi, Mundari Karya (Mukar), Nus Lengkoan. Gelandang: David Sulaksmono, Arief Hidayat, Subangkit, Pepen Rubianto, Imam Murtanto. Penyerang: Bambang Nurdiansyah (Banur) dan Bambang Sunarto.

    Jadi, kapan kita punya Timnas U-20 seperti Irak? Masih haruskah menunggu 34 tahun lagi? (Betapa panjangnya waktu yang akan ditempuh!) Apa yang penting dan perlu dikerjakan?
    (fit)
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments
    Item Reviewed: Kapan Indonesia Punya Timnas U-20 Sekelas Irak Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top