• Latest News

    Powered by Blogger.
    Wednesday, July 31, 2013

    Menyoal Kepelatihan Guardiola di Bayern Munchen


    thumbnail
    AFP/Christof Stache

    BERITA BOLA-Apa jadinya jika tim superior, yang memperoleh predikat treble winner musim lalu, mempunyai manajer baru dengan prestasi yang gemilang? Segalanya bakal berjalan lancar atau justru malah membenani si manajer?

    Secara mengejutkan Pep Guardiola, yang kembali dari masa rehatnya selama satu musim setelah mundur dari Barcelona, memilih berlabuh ke Allianz Arena markas Bayern Munich. Padahal namanya dulu lebih sering dihubungkan dengan klub-klub elit Premier League.

    Sebelum menangani Bayern Munich, torehan prestasi Pep Guardiola bersama Barcelona memang fantastis. Selama 4 musim menjadi manajer, Pep Guardiola sudah meraih 14 trofi dari semua ajang bagi tim Catalan. Bahkan dengan catatan kemenangan hingga 72%! Tak salah jika dikatakan ia adalah salah satu pelatih tersukses Blaugrana sepanjang masa.

    Namun Bayern yang ditanganinya sekarang juga bukan tim sembarangan. Raihan treble disempurkanan tim warisan Jupp Heynckess ini dengan dominasi di Bundesliga. Bahkan mereka hanya sekali kalah dalam satu musim. Jarak 25 poin dengan rival terdekat Borussia Dortmund tentu bukan angka yang kecil. Dortmund pula yang berhasil dikalahkan di final Liga Champions, dalam all German final. Musim ini tak ada pemain utama yang pergi, justru hadir tenaga baru yang merapat ke Bayern.

    Beban berat inilah yang harus dipikul oleh Guardiola. Namun melihat catatan prestasi sebelumnya, seharusnya hal ini cukup mudah bagi Guardiola. Saat musim pertamanya menangani Barcelona, tiga trofi dia langsung persembahkan. Satu hal yang tidak mustahil dilakukan di Bayern.

    Tim Bertabur Bintang

    Siapa yang meragukan kemampuan pemain-pemain lama Bayern, seperti Thomas Mueller, Philipp Lahm, Franck Ribery, dan Arjen Robben? Belum lagi nama-nama seperti Bastian Schweinsteiger, Toni Kroos, Mario Mandzukic, dan tidak lupa penjaga gawang Manuel Neuer.

    Belum lagi Mario Goetze --rekrutan anyar yang jadi bintang Dortmund dalam beberapa musim terakhir-- yang menurut Presiden Bayern Uli Hoeness merupakan pembelian atas pesanan khusus Guardiola. Selain itu, masih ada bintang muda tim Spanyol yang merupakan mantan anak asuh Guardiola di Barca, Thiago Alcantara.

    Manajer mana yang tidak suka dengan kedalaman skuat yang demikian? Bangku cadangan pun tak kalah mentereng. Masih ada nama seperti Claudio Pizarro, Rafinha, Holger Badstuber, ataupun Xherdan Shaqiri yang dengan mudah bisa dipilih.

    Pramusim yang Bersahabat

    Bayern di bawah Guardiola mampu meraih hasil meyakinkan dalam pertandingan pemanasan. Mereka tidak terkalahkan dalam 9 pertandingan, mencetak 61 gol, dan hanya kebobolan 3 kali. Ini termasuk raihan trofi dari turnamen Telekom Cup dan mengalahkan Barcelona 2-0 pada pertandingan ujicoba.

    Hasil pertandingan yang bersahabat bagi Munich ini memang mungkin terjadi. Apalagi lawan yang dihadapi juga lebih banyak dari tim-tim papan bawah. Hal ini memang sengaja dilakukan untuk memberi kesempatan pemain Bayern beradaptasi dengan taktik Guardiola.

    Pertandingan-pertandingan pramusim memang dimanfaatkan secara baik oleh Guardiola untuk membentuk pola permainan yang sesuai keinginannya. Ia pun tak ragu mencoba berbagai ragam taktik dan komposisi pemain. Hasilnya pola permainan yang diinginkan sudah mulai terbentuk.

    Namun ujian sesungguhnya adalah dalam laga kompetitif pertama Bayern, melawan Dortmund dalam ajang Super Cup hari Sabtu (28/7) lalu. Bayern dipaksa menyerah 2-4. Pola yang diterapkan Guardiola masih memiliki lubang yang mampu dibaca pelatih Dortmund, Juergen Klopp.

    Kekalahan ini seharusnya menguntungkan bagi Guardiola. Dengan demikian masih ada waktu baginya untuk melakukan evaluasi tim menjelang laga pembuka Bundesliga, yakni menjamu Borussia Moenchengladbach pada 9 Agustus mendatang.

    Formasi 4-1-4-1

    Dibawah asuhan Heynckes, Bayern lebih sering menggunakan formasi 4-2-3-1. Namun kedatangan Guardiola mengubah pola ini, yaitu dengan memperkenalkan formasi 4-1-4-1.

    Beberapa pemain mengeluhkan formasi ini, termasuk winger Franck Ribery. Ia mengatakan formasi Guardiola aneh dan sangat berbeda dengan yang dimainkanya musim lalu.

    Pemakaian double pivot digantikan oleh dua midfielder yang lebih maju ke depan, ditujukan untuk lebih memenangi ball possession. Caranya adalah dengan melakukan pressing di daerah lawan, dan melakukancover saat tim lawan melakukan serangan balik. [Baca sudut pandang lain dari taktik Guardiola di sini]

    Sementara itu, di depan empat bek, Guardiola menempatkan satu gelandang bertahan. Taktik ini terbukti berhasil saat mengalahkan Barcelona 2-0 pada pertandingan ujicoba, sekaligus mematahkan rekor ball possesion Barca yang selalu unggul sejak lima tahun terakhir.

    Salah satu yang belum sempurna pada taktik ini adalah menghadapi tekanan saat adanya serangan balik. Pada beberapa laga pramusim hal ini terlihat jelas, terutama saat kalah melawan Dortmund di final Super Cup. Pertahanan Bayern terlihat kepayahan saat di-pressing ketat oleh para gelandang Dortmund.

    Bahkan, saat bertahan Bayern sering mengganti posisi formasi menjadi 4-4-1-1. Akibatnya Dortmund justru lebih mendominasi permainan karena tidak ada tekanan yang dikuat kepada lini tengah Dortmund.

    Filosofi Tiki–Taka dan Kreativitas Bayern

    Pep Guardiola masih menjaga filosofi yang dibawanya dari Catalan, yaitu fokus terhadap ball possesion yang khas mirip dengan tiki-taka. Build up play yang dilakukan sering diawali dengan umpan-umpan pendek, yang ditandai dengan jarangnya kiper melakukan tendangan ataupun lemparan jauh. Kiper juga lebih berperan sebagai sweeper keeper, membantu bek dengan cara menjadi tembok dalam umpan satu-dua.

    Meski mengubah permainan, namun Pep tidak meninggalkan senjata mematikan Bayern musim lalu yaitu duet inverted winger Robben-Ribery. Dengan kemampuan menggiring bola dan dengan pergerakan yang sulit ditebak, keduanya memang pas untuk dijadikan senjata andalan Pep. Baik Robben atau Ribery bisa tiba-tiba berada di depan gawang, baik saat membawa bola maupun mencari ruang. Ini ditunjukkan saat final Liga Champions lalu.

    Perpaduan antara filosofi tiki-taka dan kreatifitas gelandang Bayern bisa jadi sangat berbahaya. Dengan posisi pemain yang lebih "cair" tentu kesempatan membuka ruang menjadi lebih baik.

    Pilihan Line-Up


    Satu hal yang ditunggu banyak pengamat sepakbola adalah bagaimana memainkan Goetze sebagai false 9 di Bayern Munich. Akankah ia berposisi sama dengan Messi ketika Pep masih melatih Barcelona?

    Sayangnya pertanyaan ini masih belum bisa terjawab di sesi pramusim. Goetze masih belum pulih dari cedera dan belum dapat bergabung bersama rekan barunya di Bayern. Kemungkinan posisinya masih akan diisi oleh Mario Mandzukic.

    Duet Ribery dan Robben sebagai dua inverted winger sebenarnya adalah perpaduan sempurna. Namun karena Robben tidak mampu bermain secara reguler, Guardiola harus selektif dalam memilih winger kanan. Musim lalu Heynckes memasang Thomas Muller lebih banyak mengisi pos sayap kanan. Kalau mau, Goetze juga tidak akan canggung mengisi posisi ini --bertukar dengan Mueller.

    Sementara untuk posisi tiga gelandang tengah, adalah pilihan tepat untuk memasang Thiago dan Kroos sebagai central midfielder, sementara Schweinsteiger untuk lebih berkonsentrasi bertahan. Mencoba memasang Thiago sebagai gelandang bertahan, seperti saat melawan Dortmund kemarin, sudah terbukti gagal.

    Dengan materi pemain, kekuatan finansial, infrastruktur yang baik, dan filosofi klub kuat, akan aneh rasanya jika Bayern Munich dan Pep Guardiola tidak menggondol minimal tiga piala di akhir musim.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments
    Item Reviewed: Menyoal Kepelatihan Guardiola di Bayern Munchen Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top