Pernah suatu ketika saya bertanya kepada sekumpulan anak-anak berusia 10 sampai 13 tahun, Siapa pemain Brasil yang terkenal? Berbagai nama dilontarkan dari mulut mereka, ada Ronaldo, Ronaldinho, Neymar, bahkan yang paling mengejutkan mereka tahu nama-nama pemain tempo dulu macam Pele dan juga Zico.
Wajar memang jika mereka tahu nama seperti Pele atau Zico. Prestasi dan kemampuan kedua pemain ini memang sangat cemerlang, terutama Pele, siapa yang tidak mengenal dia? Pemain termuda yang pernah menjuarai Piala Dunia, mampu menjuarai Piala Dunia tiga kali, mampu mencetak lebih dari 1.200 gol dalam kariernya, bahkan, meski telah gantung sepatu sejak 1977 lalu, namanya masih terus disebut-sebut para pecinta sepakbola sampai saat ini.
Nama Pele melambung melampaui masanya dan menembus ingatan beberapa generasi hingga saat ini.Ketenaran Pele, tak dialami rekan-rekan setimnya, yang bahu membahu membawa Brasil menjuarai Piala Dunia 1958 dan 1962 termasuk, Garrincha. Padahal sosoknya tak kalah fenomenal. Bernama lengkap Manuel Francisco dos Santos ia dikenal dengan julukan yang diberi kakak perempuannya yaitu,Garrincha yang berarti Burung Kecil.
Garrincha Terlahir dengan kaki kanan bengkok ke dalam serta kaki kiri yang lebih pendek enam sentimeter dan melengkung ke arah luar. Mungkin kekurangan fisiknya itu membuat banyak orang meragukan kualitasnya, tetapi faktanya kemampuan dribblenya merupakan yang nomor satu di Brasil atau mungkin di dunia.
Tapi orang mungkin tak percaya. Garrincha mengawali karier saat usianya telah menginjak 20 tahun. Bakatnya tercium oleh Botafogo. Penampilan luar biasa sudah ditunjukkan Garrincha saat sesi latihan hari pertama. Dalam sebuah duel, Ia mampu mengerjai bek timnas Brasil, Nilson Santos. Debutnya pun tidak kalah sensasional, dia berhasil mencetak hattrick melawan Bonsucesco di pertandingan perdananya itu. Estrela Solitaria pun gampang kepincut.
Satu pertandingan yang akan selalu dikenang dari Garrincha adalah saat menghadapi klub asal Italia, Fiorentina. Pada pertandingan itu ia berhasil melewati 4 pemain bertahan dan juga kiper lawan, tetapi alih-alih menendang bola ke gawang kosong, Garrincha malah menunggu pemain lawan mengejarnya dan melewatinya sekali lagi sebelum mencetak gol.
Penampilan impresifnya terus berlanjut hingga dipercaya untuk menjadi anggota timnas Brasil untuk Piala Dunia 1958. Sempat tidak dimainkan dalam dua pertandingan awal, Garrincha yang berusia 25 tahun bermain di pertandingan ketiga menghadapi USSR (Rusia). Pertandingan ini merupakan debutnya di timnas Selecao bersamaan dengan debut Pele yang saat itu berusia 18 tahun atau tujuh tahun lebih muda dari Garrincha. Pergerakkan lincah Garrincha yang berpostur 169 sentimeter berhasil membawa Brasil menang 2-0 atas tim unggulan Piala Dunia itu.
Brasil akhirnya mampu melaju sampai babak final dan menghadapi tim tuan rumah, Swedia. Sempat tertinggal satu gol, dua assist si Burung Kecil sukses membawa Brasil membalikkan kedudukan serta menjadi juara dunia untuk pertama kalinya.
Kesuksesan di lapangan hijau, ternyata kontras dengan kehidupannya. Usai Piala Dunia, Garrincha mulai ketergantungan dengan alkohol serta sering terlibat masalah masalah rumah tangga. Meskipun begitu, ia tetap dipercaya untuk kembali mewakili Brasil di Piala Dunia 1962 di Cile. Di Piala Dunia inilah Garrincha berada di puncak kariernya. Brasil yang harus kehilangan Pele akibat cedera sampai akhir turnamen, padahal Brasil baru memainkan dua pertandingan. Hal ini memaksa Garrincha ‘seorang diri’ membawa Brasil Menjuarai Piala Dunia untuk kedua kalinya.
Garrincha berhasil membawa tim samba lolos ke semifinal menghadapi tim tuan rumah Cile, setelah dua golnya berhasil mengandaskan Inggris dengan skor 3-1. Menghadapi Cile, Garrincha yang berusia 29 tahun kembali mencetak 2 gol dan mengandaskan tuan rumah dengan skor 4-2. Kekalahan itu membuat Koran Cile, El Mercurio membuat headline “Dari Planet Mana Garrincha Berasal?”
Di partai final menghadapi Cekoslowakia, meski sedang demam, Garrincha tampil bagus dan membawa Brasil menang 3-1. Selain membawa Brasil menjadi juara, dia juga berhasil menjadi top score turnamen dengan 4 gol bersamaan dengan lima pemain lainnya.
Sayang, setelah itu, alkohol semakin menyeret bintangnya ke kubangan lumpur persoalan, yang membuat kariernya redup. Klub pun akhirnya menjualnya ke Corinthians pada 1966. Meski begitu, ia masih dipercaya masuk dalam skuad Samba bertarung di Piala Dunia 1966 di Inggris. Namun cedera lutut menghatuinya. Brasil pun gagal melangkah jauh. Brasil kalah 1-3 dari Hungaria di babak grup dan gagal lolos ke putaran kedua. Bagi Si Burung Kecil, kekalahan itu seperti melengkapi keterpurukan kariernya. Partai itu adalah laga terakhirnya bersama tim nasional sekaligus satu-satunya kekalahan yang dideritanya selama mengenakan seragam Kuning-Hijau.
Akhirnya Garrincha memutuskan untuk gantung sepatu pada 1973 setelah sempat membela Atletico Junior, Flamengo, dan Olaria. Partai perpisahan untuknya dilakukan di stadion Marcana dan dipadati 131 ribu penonton.
Usai gantung sepatu, Garrincha semakin akrab dengan alkohol serta sering terlibat kecelakaan di jalan raya, salah satunya merenggut nyawa ibu mertuanya. Akhirnya pemain luar biasa ini harus berpulang kepada yang maha kuasa pada tahun 1983 akibat penyakit sirosis hati di usianya yang ke-49
.
Wajar memang jika mereka tahu nama seperti Pele atau Zico. Prestasi dan kemampuan kedua pemain ini memang sangat cemerlang, terutama Pele, siapa yang tidak mengenal dia? Pemain termuda yang pernah menjuarai Piala Dunia, mampu menjuarai Piala Dunia tiga kali, mampu mencetak lebih dari 1.200 gol dalam kariernya, bahkan, meski telah gantung sepatu sejak 1977 lalu, namanya masih terus disebut-sebut para pecinta sepakbola sampai saat ini.
Nama Pele melambung melampaui masanya dan menembus ingatan beberapa generasi hingga saat ini.Ketenaran Pele, tak dialami rekan-rekan setimnya, yang bahu membahu membawa Brasil menjuarai Piala Dunia 1958 dan 1962 termasuk, Garrincha. Padahal sosoknya tak kalah fenomenal. Bernama lengkap Manuel Francisco dos Santos ia dikenal dengan julukan yang diberi kakak perempuannya yaitu,Garrincha yang berarti Burung Kecil.
Garrincha Terlahir dengan kaki kanan bengkok ke dalam serta kaki kiri yang lebih pendek enam sentimeter dan melengkung ke arah luar. Mungkin kekurangan fisiknya itu membuat banyak orang meragukan kualitasnya, tetapi faktanya kemampuan dribblenya merupakan yang nomor satu di Brasil atau mungkin di dunia.
Tapi orang mungkin tak percaya. Garrincha mengawali karier saat usianya telah menginjak 20 tahun. Bakatnya tercium oleh Botafogo. Penampilan luar biasa sudah ditunjukkan Garrincha saat sesi latihan hari pertama. Dalam sebuah duel, Ia mampu mengerjai bek timnas Brasil, Nilson Santos. Debutnya pun tidak kalah sensasional, dia berhasil mencetak hattrick melawan Bonsucesco di pertandingan perdananya itu. Estrela Solitaria pun gampang kepincut.
Satu pertandingan yang akan selalu dikenang dari Garrincha adalah saat menghadapi klub asal Italia, Fiorentina. Pada pertandingan itu ia berhasil melewati 4 pemain bertahan dan juga kiper lawan, tetapi alih-alih menendang bola ke gawang kosong, Garrincha malah menunggu pemain lawan mengejarnya dan melewatinya sekali lagi sebelum mencetak gol.
Penampilan impresifnya terus berlanjut hingga dipercaya untuk menjadi anggota timnas Brasil untuk Piala Dunia 1958. Sempat tidak dimainkan dalam dua pertandingan awal, Garrincha yang berusia 25 tahun bermain di pertandingan ketiga menghadapi USSR (Rusia). Pertandingan ini merupakan debutnya di timnas Selecao bersamaan dengan debut Pele yang saat itu berusia 18 tahun atau tujuh tahun lebih muda dari Garrincha. Pergerakkan lincah Garrincha yang berpostur 169 sentimeter berhasil membawa Brasil menang 2-0 atas tim unggulan Piala Dunia itu.
Brasil akhirnya mampu melaju sampai babak final dan menghadapi tim tuan rumah, Swedia. Sempat tertinggal satu gol, dua assist si Burung Kecil sukses membawa Brasil membalikkan kedudukan serta menjadi juara dunia untuk pertama kalinya.
Kesuksesan di lapangan hijau, ternyata kontras dengan kehidupannya. Usai Piala Dunia, Garrincha mulai ketergantungan dengan alkohol serta sering terlibat masalah masalah rumah tangga. Meskipun begitu, ia tetap dipercaya untuk kembali mewakili Brasil di Piala Dunia 1962 di Cile. Di Piala Dunia inilah Garrincha berada di puncak kariernya. Brasil yang harus kehilangan Pele akibat cedera sampai akhir turnamen, padahal Brasil baru memainkan dua pertandingan. Hal ini memaksa Garrincha ‘seorang diri’ membawa Brasil Menjuarai Piala Dunia untuk kedua kalinya.
Garrincha berhasil membawa tim samba lolos ke semifinal menghadapi tim tuan rumah Cile, setelah dua golnya berhasil mengandaskan Inggris dengan skor 3-1. Menghadapi Cile, Garrincha yang berusia 29 tahun kembali mencetak 2 gol dan mengandaskan tuan rumah dengan skor 4-2. Kekalahan itu membuat Koran Cile, El Mercurio membuat headline “Dari Planet Mana Garrincha Berasal?”
Di partai final menghadapi Cekoslowakia, meski sedang demam, Garrincha tampil bagus dan membawa Brasil menang 3-1. Selain membawa Brasil menjadi juara, dia juga berhasil menjadi top score turnamen dengan 4 gol bersamaan dengan lima pemain lainnya.
Sayang, setelah itu, alkohol semakin menyeret bintangnya ke kubangan lumpur persoalan, yang membuat kariernya redup. Klub pun akhirnya menjualnya ke Corinthians pada 1966. Meski begitu, ia masih dipercaya masuk dalam skuad Samba bertarung di Piala Dunia 1966 di Inggris. Namun cedera lutut menghatuinya. Brasil pun gagal melangkah jauh. Brasil kalah 1-3 dari Hungaria di babak grup dan gagal lolos ke putaran kedua. Bagi Si Burung Kecil, kekalahan itu seperti melengkapi keterpurukan kariernya. Partai itu adalah laga terakhirnya bersama tim nasional sekaligus satu-satunya kekalahan yang dideritanya selama mengenakan seragam Kuning-Hijau.
Akhirnya Garrincha memutuskan untuk gantung sepatu pada 1973 setelah sempat membela Atletico Junior, Flamengo, dan Olaria. Partai perpisahan untuknya dilakukan di stadion Marcana dan dipadati 131 ribu penonton.
Usai gantung sepatu, Garrincha semakin akrab dengan alkohol serta sering terlibat kecelakaan di jalan raya, salah satunya merenggut nyawa ibu mertuanya. Akhirnya pemain luar biasa ini harus berpulang kepada yang maha kuasa pada tahun 1983 akibat penyakit sirosis hati di usianya yang ke-49
.