PIALA SUPER EROPA-Pep Guardiola akhirnya mendapatkan trofi pertamanya bersama Bayern Munich setelah mengalahkan Chelsea di ajang Piala Super Cup 2013. Kemenangan yang ditentukan oleh adu penalti ini, setelah di waktu normal dan perpanjangan waktu berbagi gol 2-2, juga jadi perayaan yang sempurna bagi seorang Frank Ribery yang sebelumnya baru saja ditahbiskan sebagai pemain terbaik Eropa 2013.
Laga yang mempertemukan juara Liga Champions dan juara Liga Eropa ini juga menegaskan superioritas Pep atas Mourinho. Dalam 16 kali pertemuannya dengan Pep di berbagai ajang dan klub, Mourinho hanya sanggup menang tiga kali [sekali bersama Inter Milan, dua kali bersama Real Madrid].
Kegagalan Mourinho kali ini juga memperpanjang daftar kegagalan Mourinho di ajang Piala Super. Pada kali pertama saat membawa Porto juara Liga Eropa 2003, dia juga gagal meraih trofi ini karena dikalahkan AC Milan yang saat itu jadi juara Liga Champions 2003. Bagi Pep, ini adalah trofi Super Cup yang ketiga baginya. Dua trofi sebelumnya dia rengkuh saat masih menukangi Barcelona pada 2010 dan 2012.
Laga yang berlangsung ketat ini menjelaskan beberapa catatan yang menarik untuk dicermati, khususnya terkait kedua manajer dan kedua klub yang boleh jadi memang masih akan bertemu di ajang-ajang lainnya.
Pep Guardiola memang sangat menekankan penguasaan bola tetapi bukan melalui dominasi pemain di jantung lini tengah, tapi lewat dominasi Robben dan Ribery. Ini berbeda dengan era Juup Heynckess, di mana keduanya banyak menggantung di sepertiga lapangan terakhir saat lini tengah mereka, terutama poros ganda [double pivot] Bastian Schweinsteiger dan Javi Martinez, sedang merancang serangan dari kedalaman lini tengah.
Dua pemain kunci itu, terutama Ribery, dilibatkan sedini mungkin begitu Bayern menguasai bola. Itulah sebabnya statistik umpan Ribery belakangan sering menjadi yang terbanyak di antara semua pemain dari kedua tim, termasuk di laga ini di mana dia membuat 102 umpan. Ini juga terjadi di laga pembuka Bundesliga saat menghadapi Moenchengladbach di mana Ribery menjadi pembuat umpan terbanyak dengan 81 umpan.
Sementara Mourinho praktis memang selalu bermain konservatif jika menghadapi tim-tim papan atas yang selevel. Konservatif di sini dalam arti rancangan taktiknya lebih sering ditentukan oleh pertanyaan bagaimana mengantisipasi lawan. Dalam kerangka konservatisme taktik ini, yang dilakukan Mou tidaklah menyusun teori, tetapi merancang antiteori.
Dalam hal Bayern, yang diantisipasi oleh Mou adalah mautnya dua sayap Ribery dan Robben. Ada dua hal pokok yang dilakukan oleh Mou. Pertama, tidak mempekerjakan satu pun pemain flank murni. Hazard dan Schuerrle bermain lebih di tengah, sedikit di bawah Torres tapi juga mengapit Torres di kanan dan kiri.
Mereka baru bergerak ke tepi lapangan saat ada rekannya menguasai bola di lini tengah. Pergerakan di tepi lapangan ini tidak dilakukan dengan menyisir lebar lapangan, tapi melakukan cutting outside [memotong ke luar].
Melakukan turn-over di wilayah sendiri, Hazard yang berada di tengah lapangan berhasil mengelabui Philip Lahm [gambar 1]. Ketika Hazard memasuki wilayah Chelsea, Torres melakukan gerakan menyilang tanpa bola dan bergerak masuk kotak penalti dari sisi kiri [gambar 2]. Memasuki final third, Jerome Boateng mencoba menutup Hazard dan akibatnya hanya ada 3 pemain bertahan Bayern yang ada di dalam kotak penalti. Ini memungkinkan Schuerrle dengan bebas tanpa kawalan memasuki kotak penalti karena Alaba sudah bergerak ke tengah [gambar 4]. Torres yang memang sudah belari ke dalam kotak penalti dengan sangat klinis menyelesaikan umpan silang Schuerrle.
Kedua, memastikan bahwa poros ganda Lampard dan Ramires difungsikan untuk memangkas gerakan menusuk ke dalam [cutting inside] dari Ribery dan Robben. Ramires cenderung menghadapi Ribery dan Lampard condong menutup sisi kiri lini tengah guna menetralisir penetrasi Robben. Tugas melapisi back-fourini membuat Ramires dan Lampard jarang memulai inisiatif serangan. Kadang serangan dimulai langsung olehcenter back, dan lantas dialirkan ke Hazard, Schuerrle atau Oscar. Gol kedua yang dicetak Hazard bisa menjelaskan situasi ini.
Saat Oscar di tengah lapangan dikawal ketat, David Luiz dari belakang naik ke wilayah Chelsea [gambar 1]. Dia langsung mengirimkan umpan pada Hazard yang sudah menggantung di final third [gambar 2]. Dengan gerakan yang brilian, nyaris seperti yang dilakukannya dalam proses gol pertama Torres, dia langsung membawa bola ke kotak penalti melewati dua pemain Bayern dan mengeksekusi dari dalam kotak penalti [gambar 3].
Tetapi antiteori Mourinho seringkali juga gagal membendung serangan. Gol penyama kedudukan yang dicetak oleh Ribery menjelaskan bagaimana antitaktik inverted winger yang dirancang Mourinho ternyata tak berjalan dan meninggalkan celah.
Gol ini tercipta karena poros ganda ala Mourinho [dengan menempatkan Ramires agak ke kanan untuk memangkas Ribery] menyisakan lubang ketika Bayern justru melakukan "inversi ganda". Saat itu, Toni Kroos menerika bola bergerak ke sayap [cutting outside] lalu menyodorkan ke tengah di mana Ribery langsung melakukan cutting inside. Ramires terpancing mengikuti gerak Kroos sehingga begitu Ribery masuk ke jantung pertahanan Chelsea, Ramires sudah terlambat mengantisipasinya.
Skema gol ini juga sempat beberapa kali terulang, salah satunya pada percobaan mencetak gol yang dilakukan Ribery dari luar kotak penalti pada menit 22.
Melakukan pergerakan dengan bola ke jantung pertahanan Chelsea, Ribery dikawal ketat oleh Ramires. Sampai situ skema anti-inverted winger Mou masih berjalan. Tapi itu tak berjalan ketika Ribery mengirim umpan pada Mandzukic [lihat lingkaran hitam di mana Ribery yang dibayangi Ramires lalu memutuskan membuat umpan pada Mandzukic]. Setelah mengirim umpan, Ribery tidak pasif, tapi langsung bergerak kembali sehingga dia bisa sangat bebas menerima umpan yang disodorkan oleh Mandzukic [gambar 2, lingkaran merah]. Sementara Ramires [gambar 2, lingkaran biru] berjarak hampir 2 meter dari Ribery.
Inilah bahaya menghadapi tim yang punya dua inverted winger yang dihadapi dengan cara memasang 2 poros ganda yang satu sama lain menjaga sayap masing-masing. Saat Ramires memegang Ribery dan Lampard mengawal Robben, transisi dan pertukaran posisi keduanya tidak mulus karena marking-nya cenderung statis.
Di luar kelemahan menggunakan poros ganda dengan tugas sepenuhnya untuk menetralisir inverted winger, Chelsea sebenarnya bermain baik. Keluarnya Ramires justru membuat Chelsea tidak lagi berkonsentrasi menangkal Robben-Ribery dengan pembagian tugas dua gelandang bertahannya. Yang dilakukan lebih banyak menjaga area kotak penalti agar tidak mampu disusupi oleh dua sayap maut itu.
Obi Mikel [masuk menggantikan Schuerrle] dan Lampard bermain rapi menjaga kedalaman dari ancaman Robben dan Ribery. Sampai-sampai, Robben harus ditarik ke luar karena dianggap tak maksimal disebabkan kegagalannya untuk banyak melakukan penetrasi menusuk ke dalam.
Sedikit persoalan muncul ketika Mourinho justru mengganti Hazard dengan John Terry. Masuknya Terry praktik membuat Chelsea bermain dengan tiba center back yaitu Gary Cahill, David Luiz dan Terry. Ini membuat Chelsea bermain semakin lebih ke dalam lagi.
Taktik ini mungkin didasarkan karena Pep mencoba memperlebar area bermain dengan semakin mengintensifkan serangan dari sayap yang banyak diakhiri dengan umpan silang. Terry yang memang bagus dalam duel-duel bola udara diharapkan dapat menambah daya tahan Chelsea dalam bertarung di udara.
Akan tetapi, gol penyama kedudukan Bayern beberapa detik sebelum perpanjang waktu berakhir justru lahir dari situasi di mana penumpukan pemain bertahan di kotak penalti membuat koordinasi pertahanan menjadi rapuh. Ibarat parkiran, jarak antar bus jadi terlalu sangat rapat.
Umpan silang dari Alaba dari sisi kiri, jatuh tepat ke kaki Dante yang ironisnya berada di tengah kepungan "tiga bus tingkat" Cahill-Terry-Luiz. Sedikit berbau kebetulan mungkin karena bola yang jatuh ke kaki Dante itu malah tepat mengarah ke arah Martinez. Tapi pasti bukan kebetulan Martinez berada dalam posisi bebas menerima "umpan liar" Dante. Ya, Martinez bisa bebas karena "3 bus tingkat" parkir dalam jarak yang sangat rapat.
Kemenangan memang akhirnya diraih oleh Bayern Munich. Memang lewat adu penalti, dan agar sukar mengulas taktik adu tos-tosan ini. Kritik mungkin bisa diajukan pada Mourinho yang menunjuk Lukaku sebagai eksekutor. Bukan penunjukan eksekutor itu yang dikritik, tapi menempatkannya sebagai eksekutor terakhir yang dikiritik beberapa orang.
Di luar itu semua, secara taktik sebenarnya kedua tim bermain dengan solid, berjalan dengan rancangan yang disusun oleh dua tactician di belakang layar. Keduanya saling mencari celah, saling membongkar taktik dan sekaligus juga saling memanfaatkan celah masing-masing.