Muhammad Firman |
BERITA BOLA - Wajah Muhammad Firman (14) murung saat tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (22/7) petang. Tidak ada orangtua yang menjemputnya. Rekan-rekan setimnya tampak gembira saat orangtua mereka memeluk anaknya dengan luapan rasa bangga sebagai ”runner-up” Piala Gothia 2013.
Firman dan 17 pemain tim ASIOP Apacinti SKF Indonesia U-14 tiba dari Gothenburg, Swedia, setelah mengikuti turnamen sepak bola usia dini Piala Gothia 2013. Piala Gothia bisa disebut sebagai ”Piala Dunia” anak-anak karena kompetisi tahunan yang selalu digelar di Gothenburg itu diikuti ratusan tim dari sejumlah negara, mulai dari kategori U-10 sampai U-18, baik putra maupun putri.
Firman dan 17 pemain tim ASIOP Apacinti SKF Indonesia U-14 tiba dari Gothenburg, Swedia, setelah mengikuti turnamen sepak bola usia dini Piala Gothia 2013. Piala Gothia bisa disebut sebagai ”Piala Dunia” anak-anak karena kompetisi tahunan yang selalu digelar di Gothenburg itu diikuti ratusan tim dari sejumlah negara, mulai dari kategori U-10 sampai U-18, baik putra maupun putri.
Para pemain, termasuk Firman, diseleksi dari kompetisi Liga Kompas Gramedia U-14 musim 2013 yang bergulir di Stadion Ciracas, Jakarta Timur. Kompetisi yang berlangsung tiap pekan, sejak Januari 2013, itu menghasilkan 18 pemain pilihan yang mengharumkan nama Indonesia.
Prestasi Firman dan kawan-kawan tidak mengecewakan. Mulai dari babak penyisihan grup, ”Garuda Muda” menundukkan lawan-lawannya, yaitu US Chantily (Amerika Serikat) dengan skor 3-0, IF Brommapojkarna (Swedia) 3-0, dan Sandakerns Sorfors (Swedia) 7-0.
Selanjutnya, tim ASIOP SKF melibas dua tim Swedia, Djugardens IF (11-0) dan Skiljebo SK (1-0). Di babak perdelapan final (16 besar), ASIOP SKF mengalahkan BK Hacken 2 (Swedia) 2-0. Pada perempat final, Firman dan kawan-kawan mengalahkan Spanga IS FK (Swedia) 1-0, dilanjutkan dengan laga semifinal melawan Dallas Texans (AS) dengan skor tipis 1-0.
Sampai babak final melawan NK KRSKO (Slovenia), ASIOP SKF masih tangguh karena mampu bermain seri 0-0. Pemenang pun harus ditentukan melalui adu penalti. Di sinilah ASIOP SKF kurang beruntung, kalah 3-4.
Meskipun menduduki peringkat kedua atau runner-up di kategori U-14 putra, ASIOP SKF menorehkan prestasi cemerlang, yaitu terpilihnya Muhammad Firman sebagai pemain terbaik U-14 putra. Ini berarti Firman menyingkirkan ratusan pemain kategori U-14 dari seluruh dunia.
Pelatih tim ASIOP SKF, Sueb Anshori, dan asisten pelatih Adhitya Prameswara memasang formasi 4-3-3 dengan ujung tombak trio Muhammad Firman, Reza M Ilham, dan Raehan YZ. Firman dipercaya menggempur dari sayap kanan, Reza menyerang di tengah, sedangkan Raehan mendobrak dari sayap kiri. Namun, Firman juga bisa melancarkan serangan dari tengah. Tak heran tim Garuda Muda menjadi tim yang diperhitungkan lawan.
Firman jadi kunci terbukanya serangan ASIOP SKF terutama dari sayap kanan. Serangan gencar Garuda Muda merupakan kerja kerasnya. Firman membuktikan bakatnya sebagai striker haus gol dengan mencetak delapan gol selama bertanding di Gothenburg.
Pengorbanan besar
Prestasi Firman tidak dihasilkan dengan instan. Firman harus mengorbankan masa remajanya demi menggapai cita-cita sebagai pemain sepak bola profesional.
Sejak kelas III SD, Firman berlatih sepak bola bersama ayahnya di lapangan dekat rumahnya di Semarang, Jawa Tengah. Ayah Firman yang hobi bermain sepak bola berjasa memperkenalkan olahraga tersebut kepada anaknya.
Dianggap berbakat menggocek ”si kulit bundar”, Firman pun dimasukkan ke Sekolah Sepak Bola (SSB) Bintang Timur di Semarang. Di sana ia belajar sepak bola selama empat tahun, lalu pindah lagi ke SSB Tugu Muda, juga di Semarang, selama setahun. Firman mengatakan, ilmu dasar sepak bola diperolehnya selama lima tahun menimba ilmu di Semarang.
”Waktu kelas II SMP, saya ikut seleksi untuk masuk SSB ASIOP Apacinti. Sebelumnya, pelatih Om Anshori telah melihat permainan saya. Saya lolos seleksi, lalu pindah sekolah ke Jakarta sehingga bisa ikut Liga Kompas Gramedia. Saya indekos di Kemandoran, Jakarta, bersama pemain ASIOP lainnya, Fafa dan Ari,” kata Firman.
Hidup jauh dari orangtua menjadi tantangan lain yang harus ditaklukkannya. Firman berhasil menaklukkan tantangan itu. Ia sering rindu kepada orangtua dan kampung halamannya.
”Waktu tiba di Jakarta dari Swedia, saya sedih karena orangtua tidak menjemput saya. Sementara teman-teman saya yang lain dijemput orangtuanya,” kata Firman.
Ia menuturkan, biaya hidup di Jakarta, seperti uang saku, uang makan, dan uang sekolah, semuanya ditanggung SSB ASIOP Apacinti. Orangtua Firman jarang mengirim uang. Hanya ketika membutuhkan uang, Firman meminta kepada orangtuanya.
Sejak delapan bulan hidup di Jakarta, ia baru sekali pulang ke Semarang. Sementara orangtua Firman sudah tiga kali menengok anaknya di Jakarta.
Rutinitas harian Firman diisi dengan sekolah dan latihan. Seminggu tiga kali, mulai dari pukul 15.30 hingga 18.00, Firman berlatih bersama SSB ASIOP Apacinti di Senayan. Saat libur, Firman latihan menggocek bola (juggling) di tempat indekosnya.
Menurut Firman, mengalahkan pemain Eropa seperti yang dialaminya di Piala Gothia tidak sesulit yang dibayangkan. ”Pemain Eropa memang tubuhnya besar, tapi mereka tidak terlalu bagus dari segi teknik. Malah lebih sulit mengalahkan pemain Asia, seperti dari Thailand,” katanya.
Firman menambahkan, dirinya tak menduga akan terpilih sebagai pemain terbaik di Piala Gothia. Apalagi, menurut dia, penampilannya di Piala Gothia tidak berbeda seperti ketika bertanding di Liga Kompas Gramedia.
Pemain yang bercita-cita menjadi pemain Persija Jakarta ini sudah mantap ingin menjadi pemain sepak bola profesional. Ia sadar, pilihannya akan membuatnya menjadi penyokong ekonomi keluarga. Ibunya bekerja di pabrik, sedangkan ayahnya tidak bekerja.
”Suatu saat nanti, saya akan menjadi tulang punggung keluarga. Makanya saya pilih menjadi pemain sepak bola,” ujarnya.
Ketika ditanya tentang kondisi sepak bola Indonesia yang kacau-balau dengan minimnya prestasi dan diabaikannya pembinaan usia dini, Firman sudah mengetahuinya. Namun, kacau-balaunya sepak bola Tanah Air tak menyurutkan niatnya menjadi pemain sepak bola.
”Saya enggak peduli, yang penting sekarang main dulu. Nanti pengurus PSSI-nya pasti berganti,” katanya optimistis.
Biodata Muhammad Firman
Lahir: Semarang, Jawa Tengah, 28 Januari 1999
Nama ayah: Suparmin
Nama ibu: Munsiroh
Sekolah:
Nama ayah: Suparmin
Nama ibu: Munsiroh
Sekolah:
SD Trimulyo 2 Semarang
SMP 20 Semarang
SMP 185 Jakarta
Prestasi:
SMP 20 Semarang
SMP 185 Jakarta
Prestasi:
Juara pertama turnamen Piala So Nice di Semarang, 2012
Juara pertama turnamen di Jombang, 2012
Juara kedua turnamen Pelita Jaya, 2012
Juara kedua Piala Gothia 2013 kategori U-14
Pemain Terbaik Piala Gothia 2013 kategori putra U-14
Juara pertama turnamen di Jombang, 2012
Juara kedua turnamen Pelita Jaya, 2012
Juara kedua Piala Gothia 2013 kategori U-14
Pemain Terbaik Piala Gothia 2013 kategori putra U-14