• Latest News

    Powered by Blogger.
    Friday, January 31, 2014

    Menyoal Kepindahan Juam Mata Ke MU

    Juan Mata
    Juan Manuel Mata kebingungan melihat tingkah anak laki-lakinya hari itu. Juanin (Juan kecil, dalam dialek Asturias) tidak bisa diam dan duduk dengan gelisah sambil memutar radio. Tak lama kemudian Juanin meraih gagang telepon dan memencet nomor yang menyambungkannya dengan sebuah stasiun radio ternama di kampung halamannya.

    Penyebab kegelisahan Juanin akhirnya jelas sudah. Ia tak sabar untuk mengikuti kontes pengetahuan umum yang digelar di radio. Hadiahnya menggiurkan: jalan-jalan gratis ke Swiss, Austria, dan Jerman. Juanin selalu tertarik pada hal-hal baru, dan menurutnya melancong adalah salah satu cara terbaik untuk menambah wawasan. Ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Juanin memenangkan kontes tersebut dan didaulat sebagai orang dengan wawasan umum terbaik di tanah Asturian. Ia pun berhak jalan-jalan keluar negeri sebagai hadiah. Umurnya masih 13 tahun kala itu.

    Sebagai seorang bekas pesepakbola, Juan Manuel Mata ingin agar anak laki-lakinya itu meneruskan jejak yang sudah dirintisnya. Posisinya adalah sayap kiri dan pernah bermain untuk Real Oviedo, Burgos, Salamanca, Cartagena, dan beberapa klub kecil di divisi rendah.Tapi ia juga sadar bahwa walau Juanin tertarik pada sepakbola, ia juga menaruh minat pada berbagai hal lain, terutama yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan.

    Suatu hari seorang teman ibunya yang bekerja di bank menelepon ke rumah dan mengatakan bahwa akan ada pameran pekan raya di kota Oviedo, tempat mereka tinggal. Bank tersebut akan membuka booth yang bertema planetarium dan mereka butuh beberapa anak kecil untuk menjadi model iklan. Juanin yang punya ketertarikan pada astronomi tidak menolak ketika ibunya menyuruh dirinya dan kakaknya, Paula, ikut serta. Tak lama, wajah Juanin dan Paula sedang menatap bintang terpampang di papan iklan di seluruh wilayah Asturia.

    Juanin dimasukkan oleh ayahnya ke akademi Real Oviedo pada usia 12 tahun di mana ia bermain bersama anak-anak yang lebih tua setahun darinya. Pada usia 14 tahun, Juanin dipanggil oleh timnas Spanyol U-16 di mana pelatih kala itu, Gines Melendez, mengatakan, "Semoga kamu tak seburuk ayah kamu".

    Entah seburuk apa Juan Manuel Mata saat masih bermain, tapi Juanin jelas sangat terpengaruh gaya permainan ayahnya di lapangan. Sebagai seorang pemain sayap tradisional, Juanin kerap menggiring bola di lapangan sambil melewati pemain lawan. Tak heran juga pemain idolanya semasa kecil adalah pemain sayap Manchester United, Ryan Giggs.

    Pada usia 15 tahun, Juanin mengambil keputusan besar dengan meninggalkan Oviedo dan hijrah ke ibukota untuk bergabung dengan akademi Real Madrid. Di Madrid, ia berbagi asrama dengan beberapa remaja lain bernama Alvaro Negredo, Roberto Soldado, Esteban Granero, Jose Callejon, Borja Valero, Javi Garcia, dan Ruben de la Red.

    Semua remaja tersebut memiliki mimpi untuk menembus tim utama Real Madrid dan mengenakan kostum berwarna putih yang paling berharga di seluruh dunia tersebut. Tapi malang bagi mereka, merupakan sebuah hal yang sulit bagi pemain muda Madrid untuk bisa menerobos masuk tim utama saat Los Galacticos bernama Zinedine Zidane, Luis Figo, Ronaldo, dan David Beckham menguasai Santiago Bernabeu.

    Juanin hanya bisa melangkah sejauh Real Madrid Castilla, tim reserve klub yang bermain di Segunda Division. Di musim terakhirnya di Madrid, ia mencetak 10 gol dan menjadi topskor kedua Real Madrid Castilla di belakang Alvaro Negredo. Sesudahnya, pada usia 19 tahun, Juanin memutuskan untuk merangkai masa depan yang lebih baik dengan pindah ke Valencia. 
    Kehilangan tempat di Liga Champions bisa memberi pukulan telak kepada klub yang sudah nyaman bernaung di dalamnya. Contoh paling ekstrim bisa terlihat pada Leeds United di awal dekade 2000-an.

    Sebagai klub yang terakhir menjuarai First Division sebelum berubah nama menjadi Premier League, Leeds berupaya untuk merengkuh kembali kejayaan masa lalu. Di tahun 1999 di mana Manchester United meraih treble, Leeds finis di peringkat 4 dan berhak masuk Piala UEFA. Tidak hanya itu, mereka pendapatan tiket mereka naik 20 % dan hak siar TV meningkat 40 %.

    Leeds membeli beberapa pemain seperti Eirik Bakke, Michael Bridges, Michael Duberry, dan Danny Mills. Hampir separuh pendapatan mereka digunakan untuk membeli pemain baru yang mereka harapkan bisa membawa mereka masuk ke Champions League di akhir musim 1999/2000. Leeds sesungguhnya tak punya banyak uang kala itu. Akan tetapi, lewat sebuah mekanisme peminjaman uang yang melibatkan perusahaan asuransi, mereka sukses mendapatkan kucuran uang.

    Perjudian Leeds berhasil karena di akhir musim mereka masuk semifinal Piala UEFA, finis peringkat 3 di liga, dan berhak masuk Liga Champions di musim depan. Karena sukses dengan perjudian sebelumnya dalam meminjam uang, Leeds melakukan hal yang sama dengan meminjam uang lalu menggelontorkannya untuk membeli Dominic Matteo, Mark Viduka, Olivier Dacourt, dan pemain termahal Inggris kala itu, Rio Ferdinand.

    Niat mereka untuk tampil kompetitif di Liga Champions tercapai. Mereka mampu lolos dari grup di babak penyisihan yang memuat Real Madrid, Lazio, dan Anderlecht. Mereka memukul Deportivo La Coruna di perempatfinal dan hanya kalah dari Valencia di semifinal. Pencapaian yang hebat melaju hingga 4 besar di Eropa.

    Tapi mereka gagal melakukan sesuatu di musim 2000/2001 yang terbukti vital di masa depan: mereka hanya finis di peringkat 4 di liga dan tidak bisa bermain di Liga Champions musim depan yang waktu itu hanya memberi 3 jatah untuk tim Inggris.

    Manajemen Leeds tidak berhenti di sana. Pada musim 2001/2002, di bawah chairman Peter Risdale, mereka meminjam 60 juta pounds dari 2 bank besar di Eropa dan menggunakan sebagian besar uang tersebut untuk membeli pemain-pemain seperti Robbie Keane, Robbie Fowler, dan Seth Johnson. Sampai saat ini utang Leeds sudah sangat besar, 25 juta Pounds plus 60 juta Pounds pinjaman segar yang baru mereka dapatkan. Angka yang fantastis tapi mereka merasa bahwa uang dari Liga Champions musim depan bisa menutup utang mereka.

    Awalnya terlihat menjanjikan bagi Leeds. Pada 1 Januari 2002, Leeds bertengger di puncak klasemen dengan para pemain mahal mereka bermain luar biasa. Tapi setelah pertandingan Piala FA melawan Cardiff City di mana mereka kalah, Leeds tak bisa bangkit kembali. Mereka tak pernah menang hingga Maret, tertinggal 10 poin dari zona Champions League dan hanya bisa finis di peringkat 5.

    Kombinasi friksi antara pemain, manajer, dan manajemen klub plus kesulitan finansial karena tidak bisa membayar utang akibat tidak masuk Liga Champions menandai akhir dari Leeds United. Mereka harus menjual pemain-pemain bintang mereka untuk menutupi kerugian dan berujung pada degradasi 2 musim kemudian ke Championship Division. Leeds lalu bangkrut dan terjerembab lebih dalam ke League One. Tidak lolos ke Champions League berujung pada akhir sebuah era bagi Leeds.

    Tidak semua kegagalan lolos ke kompetisi tertinggi di Eropa berbuah kebangkrutan seperti Leeds, tapi selalu sulit untuk bisa kembali ke jalur terbaik setelah terpental dari Liga Champions Tanya saja pada Liverpool yang sejak 2010 gagal lolos ke kompetisi itu dan hingga kini belum bisa kembali ke sana.
    Selain hilangnya pemasukan yang melimpah, tidak lolos ke Liga Champions juga mengurangi daya tarik untuk membeli pemain-pemain top. Para pemain terbaik ingin pindah ke klub yang bermain di kompetisi terbaik. Tottenham Hotspur mungkin bisa memiliki posisi tawar yang lebih baik dalam mempertahankan Gareth Bale jika mereka lolos ke Champions League musim ini.

    Hingga pekan kedua bulan Januari 2014, Manchester United berada dalam posisi yang terlihat akan sulit untuk bersaing ke 4 besar. Skuat mereka terlihat tanpa motivasi, pemain kunci dilanda cedera, dan manajer David Moyes yang kompetensinya dipertanyakan secara global. United tidak akan serta merta bangkrut dan harus menjual pemain terbaik jika gagal lolos ke Liga Champions musim depan. Tapi tidak bermain di kompetisi itu bisa menjadi titik awal dari kemunduran degeneratif Manchester United. Ini bisa menjadi awal dari akhir era United sejak Sky Sports menciptakan sepakbola pada tahun 1992.

    Meredupnya Manchester United adalah sesuatu yang sudah ditunggu banyak orang dan sampai paruh musim ini, terlihat besar kemungkinan hal itu akan terjadi.

    Lalu di saat United terlihat sudah megap-megap, mengapa Jose Mourinho membangkitkan asa United dengan memberikan mereka Juan Mata?

    **

    Bagi Juanin, lebih sulit untuk memperoleh gelar sarjana dibanding menjadi juara dunia. Sejak di Real Madrid Castilla, ia kuliah mengambil double degree, marketing dan olahraga. Ia belum juga menamatkan pendidikannya meski sudah berstatus sebagai juara dunia bersama timnas Spanyol pada tahun 2010 dalam usia 22 tahun. Ketika ia pindah ke Chelsea dari Valencia, ia tidak meninggalkan bangku kuliah dan mengambil kelas jarak jauh. Beberapa kali ia izin absen latihan agar bisa mengikuti ujian.

    Juanin memenangkan lebih banyak lagi gelar pada tahun 2012 ketika ia mengawinkan gelar Liga Champions yang diraihnya bersama Chelsea, dengan gelar juara Piala Eropa bersama timnas Spanyol dan turut menyumbang gol di final ketika La Furia Roja menang 4-0 atas Italia.

    Chelsea punya banyak pemain yang akan membuat publik umum bergidik jijik seperti John Terry dan Ashley Cole, tapi bahkan pembenci Chelsea nomor wahid pun tak akan sanggup untuk mengatakan sesuatu yang buruk mengenai Juanin. Ia adalah pria yang berkelas dan berbudaya.

    Ketika datang ke London, ia sudah lancar berbahasa Inggris. Ia memakai kesempatan berkarier di London untuk menjelajah sisi budaya kota tersebut dan menulisnya di blog pribadinya, memberi rekomendasi tempat wisata kepada para pelancong. Seharusnya Lonely Planet memberi kolom khusus kepadanya untuk edisi London. Juanin mengatakan bahwa hobinya adalah backpacking dan salah satu tokoh yang ia kagumi adalah Steve Jobs. Ketika berangkat ke Afrika Selatan bersama timnas Spanyol, ia menghabiskan buku soal Nelson Mandela karena ingin mengenal lebih lanjut soal negara yang akan ia tuju.

    Dua musim pertamanya di Chelsea berakhir dengan dirinya terpilih sebagai pemain terbaik The Blues. Tak ada yang bisa menyangkal kontribusi Juanin kepada Chelsea. Dalam tim yang dipenuhi gugusan bintang, Juanin adalah supernova yang bersinar paling terang, persis seperti iklan planetarium di mana ia menjadi model iklannya semasa kanak-kanak.
    Profesionalisme Juanin adalah sesuatu yang selalu didengungkan oleh orang-orang di sekitarnya. Ia tak pernah berkata miring soal rekan-rekannya. Ia tak pernah mencari gara-gara dengan media massa dan tak pernah bertingkah kurang ajar seperti lazimnya pesepakbola modern. Satu-satunya keributan yang ia timbulkan adalah ketika ia menciptakan huru-hara di kotak penalti lawan dengan umpan-umpan dan dribble yang mempesona.

    Maka ketika Jose Mourinho datang ke Chelsea dan mengumbar kepada media bahwa dirinya lebih memilih Oscar sebagai playmaker utama klub tersebut, Juanin memilih bungkam. Mourinho mengatakan bahwa ia mencadangkan Mata karena Oscar lebih baik secara defensif, namun Juanin tidak melakukan konfrontasi di muka umum. Bahkan sepinya sentimen yang keluar dari sisi Juanin menunjukkan bagaimana pria Spanyol ini tidak menyewa agen PR untuk menyisipkan pesan konfrontatif di media massa- sesuatu yang umum dilakukan pesepakbola modern setiap kali mereka tidak puas dengan sebuah keadaan namun terlalu pengecut untuk mengatakannya sendiri.



    Juanin adalah seorang profesional sejati dan tetap berlatih dengan giat meski tahu ia hanya pilihan kedua. Namun ayahnya yang juga menjadi agen pribadinya tak tinggal diam. Ini adalah tahun Piala Dunia dan satu-satunya harapan untuk dirinya masuk ke dalam pasukan Vicente Del Bosque di Brasil nanti hanya apabila ia bermain reguler.

    Ketika Manchester United datang mengetuk pintu, Juanin dan ayahnya tak berpikir dua kali. Selama Chelsea bisa diyakinkan untuk melego dirinya ke Old Trafford, Juanin tak keberatan untuk pindah. Lagipula, kapan lagi ia bisa bermain satu tim bersama idola masa kecilnya, Ryan Giggs?

    ***

    Jika laporan detail Daniel Taylor yang dimuat The Guardian beberapa hari lalu bisa dipercaya, maka negosiasi yang terjadi antara Manchester United dengan Chelsea untuk memboyong Mata sangat alot. United tak berani untuk duduk satu meja langsung dengan Chelsea karena takut setiap mereka mengucapkan "Mata", Chelsea akan menjawab "Rooney". Maka United butuh pihak ketiga untuk menjadi juru runding mereka dan tak kurang ada 7 agen yang mengatakan sanggup menjadi mediator kepindahan Mata ke United.

    United menolak tawaran Chelsea untuk membeli Wayne Rooney di awal musim dan untuk mengontak kembali pihak yang mereka tolak dengan maksud membeli pemain terbaik mereka 2 musim berturut-turut membutuhkan nyali yang besar.

    Tapi United sudah pernah berada dalam posisi ini sebelumnya. Dahulu Howard Wilkinson dari Leeds menelepon untuk menanyakan harga Denis Irwin kepada United yang seketika menolak namun menanyakan balik apakah Eric Cantona dijual atau tidak. Apa yang dilakukan berikutnya oleh Cantona dalam seragam United tercatat dalam sejarah dengan tinta emas.

    Kalkulasi Mourinho dalam menjual Mata ke United sudah ramai dibicarakan semua media. Chelsea tak akan bertemu lagi dengan United musim ini di liga, tapi semua rival The Blues di papan atas masih akan bertanding melawan tim David Moyes tersebut. Saat seorang pemain yang tak dibutuhkan ditawar dengan harga mahal oleh klub lain dan berpotensi untuk membantu Chelsea secara tidak langsung, peluang tersebut terlalu baik untuk dilewatkan oleh Mourinho. Jika Mata membawa United membuat Manchester City dan Arsenal kehilangan poin saat kedua tim bersua nanti, maka Mourinho bisa mendongakkan kepala dengan pongah.

    Sesungguhnya tingkah laku Mourinho terhadap United dalam setahun terakhir terhitung sopan, bahkan terlalu santun, jika tidak bisa dibilang cenderung menggurui. Ia mengucapkan hal-hal yang positif seputar United dalam nada yang sama seperti Sir Alex Ferguson bergumam soal Arsene Wenger di penghujung karienya, di mana Arsenal tak lagi menjadi pesaing berat United.

    Mungkin memang United tak lagi menjadi pesaing Chelsea, setidaknya untuk musim ini. Namun kedatangan Mata ke Old Trafford diprediksi bisa menciptakan momentum letupan baru seperti yang dilakukan Cantona dulu. Kehadiran Mesut Oezil di Arsenal di awal musim sudah menunjukkan bagaimana kehadiran seorang pemain baru yang berpengaruh bisa mendongkrak permainan tim secara signifikan.

    Jika nanti United mampu lolos ke Liga Champions musim depan dan dapat membangun kembali kejayaan mereka di musim-musim mendatang, para rival dan pembenci United bisa menyalahkan Jose Mourinho.

    Mourinho bisa saja membiarkan United yang sedang sekarat terus berada dalam kubangan. Ia bisa saja menghujamkan belati ke jantung United yang akan mengakhiri dominasi lebih dari 2 dekade di Premier League.

    Tapi Mourinho tidak melakukannya dengan membiarkan Juan Mata mendarat dengan helikopter di Manchester.


    ====

    * Penulis adalah satiris dan presenter olahraga. Bisa dihubungi melalui akun twitter @pangeransiahaan
     

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments
    Item Reviewed: Menyoal Kepindahan Juam Mata Ke MU Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top