Timnas U-19 |
Timnas U-19 – Timnas Indonesia U-19 kembali takluk di ajang Sultan Hassanal Bolkiah Trophy (HBT), setelah kalah dari tuan rumah Brunei Darussalam dengan skor 3-1, Senin (11/8/2014). Setelah itu, tim asuhan Indra Sjafri ditumbangkan oleh lawan yang mereka kalahkan pada laga final Piala AFF U-19 di 2013 lalu, yakni Vietnam dengan skor yang sama, Rabu (13/8/2014).
Meski tampil dengan skuad yang relatif sama dengan yang turun pada ajang Piala AFF U-19, Evan Dimas dkk tidak mampu menampilkan permainan berkarakter mereka saat melawan Malaysia, Brunei dan Vietnam.
Meskipun hanya tampil pada turnamen pemanasan sebelum berjuang di Piala AFC U-19, di Myanmar, Oktober 2014 mendatang. Garuda Jaya dinilai tidak memiliki pola permainan yang jelas, berbanding terbalik kala masih tampil di Piala AFF serta kualifikasi Piala AFC U-19.
Kini permainan pasukan Garuda Muda terlihat sangat monoton tanpa adanya variasi dalam menyerang serta kurang terorganisir dalam bertahan. Hal itu terlihat dalam ajang HBT ini, Indonesia U-19 hanya mampu mencetak dua dol dengan defisit kebobolan enam gol dalam tiga pertandingan.
Bandingkan pada saat mereka keluar sebagai juara di Piala AFF U-19 pada 2013, pada saat babak penyisihan saja, mereka mampu menciptakan 12 gol, dengan tambahan dua gol pada saat mengalahkan Timor Leste di babak semifinal, total Garuda Jaya berhasil menorehkan 14 gol dengan kebobolan lima gol.
Lalu pada saat mereka turun di babak kualifikasi Piala AFC U-19, satu grup dengan juara bertahan Korea Selatan serta kuda hitam Laos, tidak membuat Garuda Jaya gentar sedikit pun. Hal itu terlihat saat mereka melakoni laga pembuka melawan Laos, Garuda Jaya sukses menaklukan semifinalis Piala AFF U-19 tersebut dengan skor yang cukup menjanjikan yaitu 4-0.
Selanjutnya Filipina berhasil mereka kalahkan dengan skor 2-0 serta Korea Selatan dengan hasil akhir 3-2 pada laga terakhir. Total mereka berhasil memasukan sembilan gol serta hanya kebobolan dua gol dalam tiga laga.
Sekarang, ke mana pola permainan itu? Apakah para calon lawan kini sudah mempelajari dan membaca pola permainan kita? Ataukah mereka para pemain-pemain muda itu sudah merasa bosan, lelah, serta terbebani dengan tanggung jawab yang terlalu besar untuk ukuran usia mereka? Atau karena sikap para petinggi PSSI yang menganggap mereka layaknya sebuah “sirkus” yang harus tampil berkeliling demi kepentingan salah satu pihak atau kelompok?
Yang pasti pelatih Indra Sjafri harus segera melakukan analisis dan evaluasi mengenai penurunan permainan anak asuhnya. Indra mesti mencari tahu mengapa jarak antar lini timnas U-19 begitu jauh, tidak seperti biasanya yang bermain rapat dan kolektif. Lalu mengapa umpan-umpan cepat dan pendek tak menonjol lagi dalam skema timnas U-19. Termasuk mencari penyebab mental pemain yang mudah terpancing emosinya saat ditekan tim lawan.
Evaluasi dan analisis mesti dilakukan untuk mencari solusi agar mimpi Indra membawa pasukannya ke Piala Dunia U-20 di Selandia Baru bisa terwujud. Untuk bisa otomatis lolos ke Selandia Baru, Indonesia mesti masuk empat besar di Piala AFC U-19, atau menembus semifinal.
Yang mesti diingat oleh semua pecinta bola, termasuk media massa, jangan terlalu memberikan pemain timnas U-19 beban yang terlalu besar, melampaui usia mereka yang sebenarnya masih sangat muda