 |
Juan Mata |
Juan Manuel Mata kebingungan melihat tingkah anak laki-lakinya hari itu.
Juanin (Juan kecil, dalam dialek Asturias) tidak bisa diam dan duduk
dengan gelisah sambil memutar radio. Tak lama kemudian Juanin meraih
gagang telepon dan memencet nomor yang menyambungkannya dengan sebuah
stasiun radio ternama di kampung halamannya.
Penyebab kegelisahan
Juanin akhirnya jelas sudah. Ia tak sabar untuk mengikuti kontes
pengetahuan umum yang digelar di radio. Hadiahnya menggiurkan:
jalan-jalan gratis ke Swiss, Austria, dan Jerman. Juanin selalu tertarik
pada hal-hal baru, dan menurutnya melancong adalah salah satu cara
terbaik untuk menambah wawasan. Ia mendapatkan apa yang ia inginkan.
Juanin memenangkan kontes tersebut dan didaulat sebagai orang dengan
wawasan umum terbaik di tanah Asturian. Ia pun berhak jalan-jalan keluar
negeri sebagai hadiah. Umurnya masih 13 tahun kala itu.
Sebagai
seorang bekas pesepakbola, Juan Manuel Mata ingin agar anak laki-lakinya
itu meneruskan jejak yang sudah dirintisnya. Posisinya adalah sayap
kiri dan pernah bermain untuk Real Oviedo, Burgos, Salamanca, Cartagena,
dan beberapa klub kecil di divisi rendah.Tapi ia juga sadar bahwa walau
Juanin tertarik pada sepakbola, ia juga menaruh minat pada berbagai hal
lain, terutama yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan.
Suatu
hari seorang teman ibunya yang bekerja di bank menelepon ke rumah dan
mengatakan bahwa akan ada pameran pekan raya di kota Oviedo, tempat
mereka tinggal. Bank tersebut akan membuka
booth yang bertema
planetarium dan mereka butuh beberapa anak kecil untuk menjadi model
iklan. Juanin yang punya ketertarikan pada astronomi tidak menolak
ketika ibunya menyuruh dirinya dan kakaknya, Paula, ikut serta. Tak
lama, wajah Juanin dan Paula sedang menatap bintang terpampang di papan
iklan di seluruh wilayah Asturia.
Juanin dimasukkan oleh ayahnya
ke akademi Real Oviedo pada usia 12 tahun di mana ia bermain bersama
anak-anak yang lebih tua setahun darinya. Pada usia 14 tahun, Juanin
dipanggil oleh timnas Spanyol U-16 di mana pelatih kala itu, Gines
Melendez, mengatakan, "Semoga kamu tak seburuk ayah kamu".
Entah
seburuk apa Juan Manuel Mata saat masih bermain, tapi Juanin jelas
sangat terpengaruh gaya permainan ayahnya di lapangan. Sebagai seorang
pemain sayap tradisional, Juanin kerap menggiring bola di lapangan
sambil melewati pemain lawan. Tak heran juga pemain idolanya semasa
kecil adalah pemain sayap Manchester United, Ryan Giggs.
Pada
usia 15 tahun, Juanin mengambil keputusan besar dengan meninggalkan
Oviedo dan hijrah ke ibukota untuk bergabung dengan akademi Real Madrid.
Di Madrid, ia berbagi asrama dengan beberapa remaja lain bernama Alvaro
Negredo, Roberto Soldado, Esteban Granero, Jose Callejon, Borja Valero,
Javi Garcia, dan Ruben de la Red.

Semua
remaja tersebut memiliki mimpi untuk menembus tim utama Real Madrid dan
mengenakan kostum berwarna putih yang paling berharga di seluruh dunia
tersebut. Tapi malang bagi mereka, merupakan sebuah hal yang sulit bagi
pemain muda Madrid untuk bisa menerobos masuk tim utama saat
Los Galacticos bernama Zinedine Zidane, Luis Figo, Ronaldo, dan David Beckham menguasai Santiago Bernabeu.
Juanin hanya bisa melangkah sejauh Real Madrid Castilla, tim
reserve klub
yang bermain di Segunda Division. Di musim terakhirnya di Madrid, ia
mencetak 10 gol dan menjadi topskor kedua Real Madrid Castilla di
belakang Alvaro Negredo. Sesudahnya, pada usia 19 tahun, Juanin
memutuskan untuk merangkai masa depan yang lebih baik dengan pindah ke
Valencia.
Kehilangan tempat di Liga Champions bisa memberi pukulan telak kepada
klub yang sudah nyaman bernaung di dalamnya. Contoh paling ekstrim bisa
terlihat pada Leeds United di awal dekade 2000-an.
Sebagai klub yang terakhir menjuarai First Division sebelum berubah nama menjadi Premier League, Leeds berupaya untuk merengkuh kembali kejayaan masa lalu. Di tahun 1999 di mana Manchester United meraih treble, Leeds
finis di peringkat 4 dan berhak masuk Piala UEFA. Tidak hanya itu,
mereka pendapatan tiket mereka naik 20 % dan hak siar TV meningkat 40 %.
Leeds
membeli beberapa pemain seperti Eirik Bakke, Michael Bridges, Michael
Duberry, dan Danny Mills. Hampir separuh pendapatan mereka digunakan
untuk membeli pemain baru yang mereka harapkan bisa membawa mereka masuk
ke Champions League di akhir musim 1999/2000. Leeds
sesungguhnya tak punya banyak uang kala itu. Akan tetapi, lewat sebuah
mekanisme peminjaman uang yang melibatkan perusahaan asuransi, mereka
sukses mendapatkan kucuran uang.
Perjudian Leeds berhasil karena
di akhir musim mereka masuk semifinal Piala UEFA, finis peringkat 3 di
liga, dan berhak masuk Liga Champions di musim depan. Karena sukses
dengan perjudian sebelumnya dalam meminjam uang, Leeds melakukan hal
yang sama dengan meminjam uang lalu menggelontorkannya untuk membeli
Dominic Matteo, Mark Viduka, Olivier Dacourt, dan pemain termahal
Inggris kala itu, Rio Ferdinand.
Niat mereka untuk tampil
kompetitif di Liga Champions tercapai. Mereka mampu lolos dari grup di
babak penyisihan yang memuat Real Madrid, Lazio, dan Anderlecht. Mereka
memukul Deportivo La Coruna di perempatfinal dan hanya kalah dari
Valencia di semifinal. Pencapaian yang hebat melaju hingga 4 besar di
Eropa.
Tapi mereka gagal melakukan sesuatu di musim 2000/2001
yang terbukti vital di masa depan: mereka hanya finis di peringkat 4 di
liga dan tidak bisa bermain di Liga Champions musim depan yang waktu itu
hanya memberi 3 jatah untuk tim Inggris.
Manajemen Leeds tidak
berhenti di sana. Pada musim 2001/2002, di bawah chairman Peter Risdale,
mereka meminjam 60 juta pounds dari 2 bank besar di Eropa dan
menggunakan sebagian besar uang tersebut untuk membeli pemain-pemain
seperti Robbie Keane, Robbie Fowler, dan Seth Johnson. Sampai saat ini
utang Leeds sudah sangat besar, 25 juta Pounds plus 60 juta Pounds
pinjaman segar yang baru mereka dapatkan. Angka yang fantastis tapi
mereka merasa bahwa uang dari Liga Champions musim depan bisa menutup
utang mereka.
Awalnya terlihat menjanjikan bagi Leeds. Pada 1
Januari 2002, Leeds bertengger di puncak klasemen dengan para pemain
mahal mereka bermain luar biasa. Tapi setelah pertandingan Piala FA
melawan Cardiff City di mana mereka kalah, Leeds tak bisa bangkit
kembali. Mereka tak pernah menang hingga Maret, tertinggal 10 poin dari
zona Champions League dan hanya bisa finis di peringkat 5.
Kombinasi
friksi antara pemain, manajer, dan manajemen klub plus kesulitan
finansial karena tidak bisa membayar utang akibat tidak masuk Liga
Champions menandai akhir dari Leeds United. Mereka harus menjual
pemain-pemain bintang mereka untuk menutupi kerugian dan berujung pada
degradasi 2 musim kemudian ke Championship Division. Leeds lalu bangkrut
dan terjerembab lebih dalam ke League One. Tidak lolos ke Champions League berujung pada akhir sebuah era bagi Leeds.
Tidak
semua kegagalan lolos ke kompetisi tertinggi di Eropa berbuah
kebangkrutan seperti Leeds, tapi selalu sulit untuk bisa kembali ke
jalur terbaik setelah terpental dari Liga Champions Tanya saja pada
Liverpool yang sejak 2010 gagal lolos ke kompetisi itu dan hingga kini
belum bisa kembali ke sana.
Selain hilangnya pemasukan yang melimpah, tidak lolos ke Liga Champions
juga mengurangi daya tarik untuk membeli pemain-pemain top. Para pemain
terbaik ingin pindah ke klub yang bermain di kompetisi terbaik.
Tottenham Hotspur mungkin bisa memiliki posisi tawar yang lebih baik
dalam mempertahankan Gareth Bale jika mereka lolos ke Champions League
musim ini.
Hingga pekan kedua bulan Januari 2014, Manchester
United berada dalam posisi yang terlihat akan sulit untuk bersaing ke 4
besar. Skuat mereka terlihat tanpa motivasi, pemain kunci dilanda
cedera, dan manajer David Moyes yang kompetensinya dipertanyakan secara
global. United tidak akan serta merta bangkrut dan harus menjual pemain
terbaik jika gagal lolos ke Liga Champions musim depan. Tapi tidak
bermain di kompetisi itu bisa menjadi titik awal dari kemunduran
degeneratif Manchester United. Ini bisa menjadi awal dari akhir era
United sejak
Sky Sports menciptakan sepakbola pada tahun 1992.
Meredupnya
Manchester United adalah sesuatu yang sudah ditunggu banyak orang dan
sampai paruh musim ini, terlihat besar kemungkinan hal itu akan terjadi.
Lalu
di saat United terlihat sudah megap-megap, mengapa Jose Mourinho
membangkitkan asa United dengan memberikan mereka Juan Mata?
**
Bagi
Juanin, lebih sulit untuk memperoleh gelar sarjana dibanding menjadi
juara dunia. Sejak di Real Madrid Castilla, ia kuliah mengambil
double degree, marketing
dan olahraga. Ia belum juga menamatkan pendidikannya meski sudah
berstatus sebagai juara dunia bersama timnas Spanyol pada tahun 2010
dalam usia 22 tahun. Ketika ia pindah ke Chelsea dari Valencia, ia tidak
meninggalkan bangku kuliah dan mengambil kelas jarak jauh. Beberapa
kali ia izin absen latihan agar bisa mengikuti ujian.
Juanin
memenangkan lebih banyak lagi gelar pada tahun 2012 ketika ia
mengawinkan gelar Liga Champions yang diraihnya bersama Chelsea, dengan
gelar juara Piala Eropa bersama timnas Spanyol dan turut menyumbang gol
di final ketika
La Furia Roja menang 4-0 atas Italia.

Chelsea
punya banyak pemain yang akan membuat publik umum bergidik jijik
seperti John Terry dan Ashley Cole, tapi bahkan pembenci Chelsea nomor
wahid pun tak akan sanggup untuk mengatakan sesuatu yang buruk mengenai
Juanin. Ia adalah pria yang berkelas dan berbudaya.
Ketika datang
ke London, ia sudah lancar berbahasa Inggris. Ia memakai kesempatan
berkarier di London untuk menjelajah sisi budaya kota tersebut dan
menulisnya di blog pribadinya, memberi rekomendasi tempat wisata kepada
para pelancong. Seharusnya Lonely Planet memberi kolom khusus kepadanya
untuk edisi London. Juanin mengatakan bahwa hobinya adalah
backpacking dan
salah satu tokoh yang ia kagumi adalah Steve Jobs. Ketika berangkat ke
Afrika Selatan bersama timnas Spanyol, ia menghabiskan buku soal Nelson
Mandela karena ingin mengenal lebih lanjut soal negara yang akan ia
tuju.
Dua musim pertamanya di Chelsea berakhir dengan dirinya terpilih sebagai pemain terbaik
The Blues.
Tak ada yang bisa menyangkal kontribusi Juanin kepada Chelsea. Dalam
tim yang dipenuhi gugusan bintang, Juanin adalah supernova yang bersinar
paling terang, persis seperti iklan planetarium di mana ia menjadi
model iklannya semasa kanak-kanak.
Profesionalisme Juanin adalah sesuatu yang selalu didengungkan oleh
orang-orang di sekitarnya. Ia tak pernah berkata miring soal
rekan-rekannya. Ia tak pernah mencari gara-gara dengan media massa dan
tak pernah bertingkah kurang ajar seperti lazimnya pesepakbola modern.
Satu-satunya keributan yang ia timbulkan adalah ketika ia menciptakan
huru-hara di kotak penalti lawan dengan umpan-umpan dan dribble yang
mempesona.
Maka ketika Jose Mourinho datang ke Chelsea dan mengumbar kepada media bahwa dirinya lebih memilih Oscar sebagai
playmaker
utama klub tersebut, Juanin memilih bungkam. Mourinho mengatakan bahwa
ia mencadangkan Mata karena Oscar lebih baik secara defensif, namun
Juanin tidak melakukan konfrontasi di muka umum. Bahkan sepinya sentimen
yang keluar dari sisi Juanin menunjukkan bagaimana pria Spanyol ini
tidak menyewa agen PR untuk menyisipkan pesan konfrontatif di media
massa- sesuatu yang umum dilakukan pesepakbola modern setiap kali mereka
tidak puas dengan sebuah keadaan namun terlalu pengecut untuk
mengatakannya sendiri.

Juanin
adalah seorang profesional sejati dan tetap berlatih dengan giat meski
tahu ia hanya pilihan kedua. Namun ayahnya yang juga menjadi agen
pribadinya tak tinggal diam. Ini adalah tahun Piala Dunia dan
satu-satunya harapan untuk dirinya masuk ke dalam pasukan Vicente Del
Bosque di Brasil nanti hanya apabila ia bermain reguler.
Ketika
Manchester United datang mengetuk pintu, Juanin dan ayahnya tak berpikir
dua kali. Selama Chelsea bisa diyakinkan untuk melego dirinya ke Old
Trafford, Juanin tak keberatan untuk pindah. Lagipula, kapan lagi ia
bisa bermain satu tim bersama idola masa kecilnya, Ryan Giggs?
***
Jika laporan detail Daniel Taylor yang dimuat
The Guardian beberapa
hari lalu bisa dipercaya, maka negosiasi yang terjadi antara Manchester
United dengan Chelsea untuk memboyong Mata sangat alot. United tak
berani untuk duduk satu meja langsung dengan Chelsea karena takut setiap
mereka mengucapkan "Mata", Chelsea akan menjawab "Rooney". Maka United
butuh pihak ketiga untuk menjadi juru runding mereka dan tak kurang ada 7
agen yang mengatakan sanggup menjadi mediator kepindahan Mata ke
United.
United menolak tawaran Chelsea untuk membeli Wayne Rooney
di awal musim dan untuk mengontak kembali pihak yang mereka tolak
dengan maksud membeli pemain terbaik mereka 2 musim berturut-turut
membutuhkan nyali yang besar.
Tapi United sudah pernah berada
dalam posisi ini sebelumnya. Dahulu Howard Wilkinson dari Leeds
menelepon untuk menanyakan harga Denis Irwin kepada United yang seketika
menolak namun menanyakan balik apakah Eric Cantona dijual atau tidak.
Apa yang dilakukan berikutnya oleh Cantona dalam seragam United tercatat
dalam sejarah dengan tinta emas.
Kalkulasi Mourinho dalam
menjual Mata ke United sudah ramai dibicarakan semua media. Chelsea tak
akan bertemu lagi dengan United musim ini di liga, tapi semua rival
The Blues
di papan atas masih akan bertanding melawan tim David Moyes tersebut.
Saat seorang pemain yang tak dibutuhkan ditawar dengan harga mahal oleh
klub lain dan berpotensi untuk membantu Chelsea secara tidak langsung,
peluang tersebut terlalu baik untuk dilewatkan oleh Mourinho. Jika Mata
membawa United membuat Manchester City dan Arsenal kehilangan poin saat
kedua tim bersua nanti, maka Mourinho bisa mendongakkan kepala dengan
pongah.
Sesungguhnya tingkah laku Mourinho terhadap United dalam setahun
terakhir terhitung sopan, bahkan terlalu santun, jika tidak bisa
dibilang cenderung menggurui. Ia mengucapkan hal-hal yang positif
seputar United dalam nada yang sama seperti Sir Alex Ferguson bergumam
soal Arsene Wenger di penghujung karienya, di mana Arsenal tak lagi
menjadi pesaing berat United.
Mungkin memang United tak lagi
menjadi pesaing Chelsea, setidaknya untuk musim ini. Namun kedatangan
Mata ke Old Trafford diprediksi bisa menciptakan momentum letupan baru
seperti yang dilakukan Cantona dulu. Kehadiran Mesut Oezil di Arsenal di
awal musim sudah menunjukkan bagaimana kehadiran seorang pemain baru
yang berpengaruh bisa mendongkrak permainan tim secara signifikan.
Jika
nanti United mampu lolos ke Liga Champions musim depan dan dapat
membangun kembali kejayaan mereka di musim-musim mendatang, para rival
dan pembenci United bisa menyalahkan Jose Mourinho.
Mourinho bisa
saja membiarkan United yang sedang sekarat terus berada dalam kubangan.
Ia bisa saja menghujamkan belati ke jantung United yang akan mengakhiri
dominasi lebih dari 2 dekade di Premier League.
Tapi Mourinho tidak melakukannya dengan membiarkan Juan Mata mendarat dengan helikopter di Manchester.

====
* Penulis adalah satiris dan presenter olahraga. Bisa dihubungi melalui akun
twitter @pangeransiahaan